Jumat, 03 Mei 2013

LDR Is Beautiful!


                                                 
Bagi yg kehabisan buku curhat LDR jangan sedih yaa, nih aku bagi-bagikan secara gratis buat di baca, cerita aku yg di muat di buku itu. Selamat membaca :))


Spesial untuk Diki Noris yang sudah menemani 4 tahun ini....

Firstly...
Berada jauh darinya membuat ku mengerti sebuah arti kerinduan. Dengarkan kisahnya, maka kau akan temukan aku dan seseorang yang sangat ku cintai.
                                                                                                ***                                                                       
Awal September 2011.
“Huh“ Aku menghempaskan diri ke kasur, rasanya berat sekali menjalani hari- hari terakhir di rumah sebelum aku memasuki dunia kuliah yang mengharuskan tinggal di asrama, bagaimana tidak? Disana tidak diperbolehkan membawa barang elektronik yang biasa aku gunakan di rumah, tidak ada laptop, radio, televisi, bahkan yang sudah menjadi kebutuhan primer orang zaman sekarang, HANDPHONE! Oh tidaaak!!!
Aku memandang sebuah foto ukuran 3R, terlihat sebuah lelaki yang tersenyum lepas. Namanya diki noris. Nama yang unik. Bermula dari pertemuan kami dalam ekskul saat SMA membuat kami saling jatuh cinta dan menjalin sebuah hubungan hingga saat ini.
Walaupun ia bukan sosok lelaki romantis seperti Robbert Pattinson di layar twilightnya, namun aku merasa senang menjalani hari dengannya dan merasa memang inilah yang aku cari sejak dulu.
Ehm... Bagaimana ya kalau nanti aku sudah di asrama? Bagaimana bisa berkomunikasi jika tidak ada handphone?
Sepertinya keadaan sekarang memaksa ku untuk mulai mempersiapkan kemungkinan kandasnya hubungan ini.Banyak cerita, pasangan yang masih bisa berkomunikasi lewat telpon, sms, atau video call saja banyak yang berhenti di tengah jalan, apalagi aku?
Tiga hal yang sangat membunuh ku nanti, jarak yang cukup jauh, backstreet dengan orang tua, dan tidak ada alat komunikasi sama sekali! Namun semua ini demi cita-cita ku di masa depan, yeah! Menjadi tenaga kesehatan profesional!
Hanya satu yang bisa kulakukan sebelum berangkat ke asrama, menitip pesan kepadanya agar selalu menceritakan segala hal yang terjadi setiap harinya melalui pesan di facebook.
                                                                                                ***
Pertengahan september 2011.
Angin malam berhembus keras, menusuk ngilu ujung persendian. Berkali- kali aku mencoba memejamkan mata untuk tidur namun gagal, coba lagi dan gagal lagi.Rasa gelisah menyelimuti saat malam pertama di asrama, dunia apa ini? Asrama yang asing, kamar yang asing dengan tempat tidur bertingkat, teman-teman, kakak kelas, ibu asrama, dan kampus yang semuanya asing bagiku.
Hari- hariku penuh dengan kegalauan. Jika di kelas sedang jam kosong, pikiran ku tertuju pada Diki, Aku merasa sekarang tidak ada yang memperhatikan ku, tidak ada yang menghibur saat aku sedih dan tidak ada telinga yang selalu mendengarkan cerita ku  tentang segala hal di sekolah.
Ehm... Bagaimana ya keadaan dia sekarang? Apakah sehat? Apakah dia bisa mengurus dirinya sendiri tanpa ada yang mengingatkan untuk makan, dan mengingatkan agar jangan tidur larut malam bersama tugas- tugasnya?
Kalau dulu sih, aku yang selalu mengingatkannya, jadi ya take and give lah, dia perhatian kepada ku, aku pun begitu, kalau sekarang  siapa yang akan melakukan itu? Bagaimana jika maagnya kumat lagi, bagaimana jika ia kurang tidur lagi? Atau yang lebih buruk lagi bagaimana jika ia merasa kesepian dan mencari perempuan lain??
                                                                                                ***
Oktober 2011.
Setelah menjalani masa adaptasi di asrama selama satu bulan, aku dan teman- teman di perbolehkan untuk pulang di rumah selama tiga hari, aku memanfaatkan waktu untuk melepas rindu dengan keluarga, teman- teman dan pacar.
Hal yang wajib dilakukan adalah mengecek inbox facebook. Saat pertama kali aku membuka, loading lama sekali, Waw! ternyata penuh dengan kiriman darinya, ia menceritakan sedetail- detailnya kegiatan yang dilakukan setiap harinya, mulai dari ban motornya yang pecah di tengah hujan, maagnya yang kumat karena tidak makan siang, diare yang mengganggunya saat kuliah, pengusiran dosen karena lupa membawa tugas, hingga keberuntungannya mendapat uang Rp. 10.000 dari sebuah makanan ringan, aku meneteskan air mata sambil sesekali tertawa membacanya.
Oh iya, ada satulagi, kini ia mulai mengajar privat bagi siswa sekolah dasar untuk mengisi waktu kosong, hasilnya memang tidak seberapa, namun yang membuat ku bangga, ia menyediakan hari khusus membuka privat gratis di rumah untuk tetangganya yang kurang mampu.Ckckck.
Dengan membaca banyak kiriman dan melihat foto- fotonya, aku merasa sedang berada di dekatnya. Ah, andai saja itu terjadi, sekedar memastikan bahwa ia baik- baik saja.
Eh? tiba- tiba aku mendapat ide cemerlang, aku pun segera mendata barang apa saja yang dia  butuhkan dan bergegas menuju swalayan.
Susu, makanan ringan, handsanitizer, vitamin C, buku catatan kecil, masker, sarung tangan, jaket dan jas hujan.
“Ya, sudah lengkap” Aku manggut- manggut.
Menurut cerita dari pesan yang ia kirimkan, barang- barang inilah yang ia butuhkan, memang barang kecil yang mungkin tak terfikir olehnya.
Semua barang ini ada filosofinya, diantaranya  untuk menjaga daya tahan tubuh, agar maagnya tidak kumat lagi, tidak diare lagi, perlindungan saat mengendarai motor dan yang terpenting, buku catatan kecil untuk mencatat hal penting agar tidak ada yang lupa juga tidak ada kasus pengusiran lagi.
Semoga saja semua ini bermanfaat untuknya, aku sudah berusaha merawatnya dari jarak jauh. Bismillah, aku membungkus semua dan segera mengirimnya melalui jasa pengiriman paket kilat.
“Semoga sampai tempat tujuan.” Aku mengecup bungkusan tersebut.
                                                                                                ***
Tak terasa tiga hari telah berlalu, saatnya kembali ke asrama. Jam menunjukkan pukul 15.50 WIB, tepat sepuluh menit sebelum apel masuk asrama dimulai. Aku menunggu di halaman depan asrama dengan hati yang gelisah tak menentu. Sudah satu jam lebih Diki tidak membalas SMS.
Kamu kemana sih? Bales SMS aku dong!
Tulilut.... Tulitut...
Sebuah SMS masuk. Dari Diki. Buru- buru aku membukanya.
Sayang, aku lagi di rs, habis kecelakaan.
Tangan ku gemetar saat membaca sms tersebut.
Baru aku akan membalasnya tiba- tiba...klonteng... klonteng.... tanda apel telah siap dimulai. Setelah apel, dilarang keluar asrama lagi. Segera aku menyerahkan handphone ke ayah dan masuk asrama untuk mengikuti apel.
Selama apel, mata ku terasa pedas sekali menahan air mata yang hampir tumpah, badan ku gemetar rasanya, ya Tuhan tolong Diki....!!
                                                                                                ***
November 2011.
Horeeeee !!
Waktunya pulang ke rumah lagi, rasanya aku ingin berlari menuju rumah. Tak sabar rasanya ingin bertemu keluarga juga membaca semua kiriman Diki di inbox facebook.
“Assalamualaikum...” Aku membuka pintu pelan dan langsung di sambut dengan senyuman mama.
“Walaikumsalam, sudah pulang win? Sudah makan belum? Mama sudah buatkan kamu soto ayam kesukaan kamu.”
“Belum mah, wah pasti enak.“
“Ya sudah, kamu ganti baju dulu ya. Mama racikin sotonya.”
Sambil mengganti baju, aku sempatkan membuka facebook. Beberapa pesan yang ku baca cukup membuat lega, kondisi Diki sudah mulai membaik dan ia mengucapkan terimakasih atas barang kiriman ku yang sangat berguna.
“Win, Ayo makan, mumpung masih panas.” Suara mama memanggil dari arah dapur.
Kami pun makan bersama sambil mengobrol seputar asrama dan kuliah.
“Oiya, Gimana kabar Diki? Sudah baikan?“
Lho? Darimana mama tahu semua itu? Oh,  iya! saat aku menyerahkan handphone, aku belum mematikannya, mungkin papa dan mama membaca SMS dari Diki.
“Besok ajak ke rumah ya, kenalin dengan papa dan mama, sekarang kamu sudah boleh pacaran kok, kan sudah kuliah.”
Wajahku mendadak berubah senang. Akhirnya setelah backstreet dua tahun lebih, papa dan mama merestuinya..... Ah, leganyaaa!
                                                                                                ***
Desember 2011.
Suasana malam di jalanan tengah kota sangat penuh sesak, tetapi tidak dengan hatiku yang tenang saat berjalan dengan Diki disertai izin resmi dari orang tua. Ciiyeeehh sekarang sudah enggak baskstreet lagi ceritanya.
Malam ini Diki berjanji akan mengajak ke suatu tempat yang sudah ia persiapkan dari jauh hari. Aku jadi penasaran, tempat apasih?
“Nah sekarang kita sudah sampai.”
“Kenapa kita kesini?  Disini kan mahal.“
Ia segera mengandeng tangan ku masuk. Kami pun duduk berdua di sebuah pondok yang telah di booking sebelumnya. Ditemani beberapa lilin di meja.
Selama makan kami diam seribu bahasa, hanya sesekali saling bertatapan dan tersenyum. Suasana malam itu terasa tentram sekali.Hingga waktu menunjukkan pukul 21.15 WIB, kami berniat menyudahi acara tersebut.
“Gimana malam ini ?“
Aku hanya tersenyum. Habis bingung mau menjawab apa, pertanyaannya saja ambigu. Mungkin ia  ingin menanyakan perasaan aku senang atau tidak.
“Ehmm... Katanya kamu enggak ada uang? Buat makan siang aja enggak ada sampai maag kamu kumat terus.“
“Ya kalau untuk diri sendiri memang enggak pernah ada uang, tapi kalau untuk kamu beda cerita.”
“Jangan- jangan kamu maling uang orang ya?“
“Enggak lah! Sudahlah enggak usah di bahas!“
Kami terdiam. “Bintangnya bagus ya ? “ ucapnya seperti di film remaja di televisi.
“ Iya bagus banget.” Ucapku berbohong. Padahal bintang seperti itu kan setiap malam juga ada. Dasar korban televisi.Yah tidak apalah, hitung-hitung mencairkan suasana agar lebih romantis.
“ Dwinda...”
“ Ya? “
“Boleh minta sesuatu enggak?”
Aduh! Mau minta apa dia? jangan-jangan seperti yang di film-film juga, gimana kalau dia minta ci....
“Boleh enggak?”
“Minta apa ya?”
“Enggak muluk-muluk kok. Ehmm... Aku pengen kamu belajar yang benar disana, enggak usah khawatir mikirin aku, aku enggak akan selingkuh. Aku juga sudah bisa menjaga kesehatan diri sendiri.”
“Eh? Kok kamu tahu kalau aku mikirin itu?”
Ia membuang napas panjang. “ Memangnya aku baru sehari dua hari kenal kamu?” ia mencoba mencubit pipi ku. Aku menepisnya sambil tersenyum.
“Aku juga disini bakal seperti itu, jadi kita berjuang sama- sama ya? Mau kan?“
Aku mengangguk.
“Eh, sini dong aku bisikin.” Ia menarik tanganku. Akupun mendekatkan telinga. “Aku sayang kamu.”
“Aku juga.” Balas ku membisik.
Kami mendadak tersipu malu, layaknya sepasang kekasih yang baru jadian. Hihihi. Kami tertawa bersama melihat kejadian barusan.
Malam ini tak mungkin terlupakan. Indah sekali.Rasanya semenjak jarak kami berjauhan seperti ini, kami menjadi lebih saling menyayangi, menjaga juga belajar membangun kepercayaan satu sama lain.
Ah, mungkin inilah indahnya LDR aku dan dia yang tidak bisa dirasakan pasangan lain. Aku merasa bahagia sekali. Terimakasih Tuhan.
                                                                                                ***




2 komentar:

Anonim mengatakan...

Ka dwinda. Aku suka banget baca ini,we have
a similar story

edynefaciane mengatakan...

The Rundown of the Casino - DrmCD
The Casino – a new 공주 출장샵 casino in the US. 태백 출장마사지 We 경주 출장마사지 went there for two reasons, one being 남양주 출장마사지 the sheer power of gambling. The second was the 전라북도 출장안마 chance

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar